OLEH: Abu Amru Radzi Othman
Sementara Ahlul Sunnah seperti yang dibicarakan oleh tokoh hadis serta sejarah iaitu Ibnu Katsir, bahawa perjalanan keagamaan Imam Abu Hasan berlaku sebanyak 3 kali.
Hal ini - perbezaan fasa hidup - terjadi atas sebab: MASALAH MENETAPKAN HAKIKAT MAZHAB ASYAARIYAH - APAKAH MASIH ASWJ ATAU TIDAK.
Penjelasannya sangat mudah:
1) Kaum Asyaariyah menganggap bahawa mazhab mereka adalah ASWJ
2) Kaum Asyaariyah menganggpa bahawa Mazhab Kalaf dan Salaf, kedua-duanya adalah ASWJ dan boleh dipakai mana-mana, sehingga wujud istilah "madzhab Salaf lebih selamat dan madzhab kholaf lebih ilmiyah dan lebih bijaksana".
3) Jesteru perpindahan cara paham tentang sifat Khabariyah Allah seperti yang disinggung oleh Murthada Al Zabidi (di mana beliau menetapkan 3 fasa) ditakwil oleh kaum Asyaariyah sebagai "Masih tetap memiliki dua tahap pemikiran" - seperti yang didapatkan dalam kertaskerja UKM yang bertajuk Peringkat Pemikiran Imam al-Ash’ari dalam Akidah (oleh Muhammad Rashidi Wahab dan Syed Hadzrullathfi Syed Omar)
4) ASWJ pula mengatakan bahawa Asyaariyah bukan ASWJ dan ilmu Salaf lebih selamat dan bijaksana dari ilmu khalaf.
Al-Alaamah As-Safaariniy berkata dalam Lawami'il Anwaar Al-Bahiyah: "Termasuk hal yang mustahil orang-orang belakangan (khalaf) lebih berilmu dari para salaf sebagaimana yang dinyatakan oleh sebagian orang yang tidak memiliki penelitian dari -orang yang tidak menghargai salaf dan tidak pula mengenal Allah dan Rasulullah dan tidak juga kaum mukminin dengan sebenarnya yang wajib mereka ketahui darinya bahawa jalan prinsip/manhaj salaf lebih selamat dan jalan khalaf lebih berilmu (ilmiyah) dan lebih bijaksana. Mereka hanyalah mendasarkan pernyataan itu diatas prasangka bahawa manhaj salaf (thariqatus salaf) hanya sekedar iman kepada lafaz-lafaz Al-Qur'an dan Hadis tanpa pemahaman, dan itu sama dengan kedudukan orang-orang buta huruf (umiyin) sedangkan manhaj khalaf (thariqatul khalaf) adalah menampakkan makna-makna nash yang dipalingkan dari hakikatnya dengan beraneka ragam majaz dan bahasa-bahasa yang sukar difahami, prasangka rosak inilah yang mengakibatkan munculnya slogan tersebut yang kandungannya meninggalkan Islam"
Imam Rabbaniy Muhammad Ali Asy-Sayukaniy dalam At-Tuhaf Fi Madzaahibis Salaf berkata: "Akan tetapi mereka menyatakan bahawa jalan khalaf lebih ilmiyah sedangkan hasil akhir yang didapatkan dari slogan untuk jalan khalaf ini adalah keinginan para akhli tahqiq dan cendikiawan mereka di akhir penelitiannya adalah berada diatas agama orang-orang awam dan mereka berkata : Selamat bagi orang-orang awam".
5) Mazhab Salaf adalah 'isbat' terhadap segala nash yang membicartakan tentang sifat Allah.
6) Oleh sebab itu, setelah meneliti jalan keagamaan Imam Abul hasan, ternyata beliau melalui 2 pandangan dalam hal sifat Allah. Pengiraan ini dibuat setelah dia taubat dari Mu'tazilah.
7) Tokoh yang mengatakan bahawa Imam Abul Hasan HANYA mengalami 2 fasa sahaja ternyata datang dari kaum asyaariyah semata-mata
8) Tokoh yang mengatakan bahawa Imam Abul Hasan mengalami 3 fasa terdiri dari ASWJ dan beberapa tokoh Asyaariyah yang jujur dalam melihat perjalanan hidup sang Imam
9) Para ulama Asyaariyah menganggap bahawa Ibnu Kullab, al-Qalanisi dan al-Muhasibi adalah ulama ASWJ sementara ASWJ tidak menerima pemahana yang dibawa oleh Ibnu Kullab, al-Qalanisi dan al-Muhasibi.
BUKTI BAHAWA IMAM MENJALANI 3 FASA KEHIDUPAN BERAGAMA
“Abul-Hasan Al-Asy’ariy mengambil ilmu kalam dari gurunya, Abu ‘Aliy Al-Jubaaiy, pentolah Mu’tazilah. Lalu ia meninggalkannya disebabkan mimpi yang ia lihat. Kemudian ia rujuk dari Mu’tazilah dan menampakkan hal itu secara terang-terangan. Ia naik ke atas mimbar Bashrah di hari Jum’at dan menyeru dengan suara yang lantang : ‘Barangsiapa yang mengenalku, sungguh ia telah mengenalku. Dan barangsiapa yang belum mengenalku, maka aku adalah Fulaan bin Fulaan. Dulu aku pernah berkata Al-Qur’an itu makhluk, Allah tidak bisa dilihat di akhirat dengan penglihatan mata, dan manusia menciptakan perbuatan mereka sendiri. Sekarang aku bertaubat dari ‘aqidah Mu’tazilah dan (bahkan) membantah Mu’tazilah’. Kemudian ia mulai membantah Mu’tazilah dan menulis buku-buku tentangnya…. Berkata Ibnu Katsir : ‘Disebutkan bahwa Abul-Hasan mempunyai tiga keadaan (fase).
Fase Pertama, fase Mu’tazilah yang telah ia tinggalkan secara total.
Fase Kedua, menetapkan sifat ‘aqliyyah Allah, yaitu : Al-Hayaah (Hidup), Al-‘Ilm (Mengetahui), Al-Qudrah (Berkuasa), Al-Iraadah (Berkehendak), As-Sam’ (Mendengar), Al-Bashar (Melihat), dan Al-Kalaam (Berkata-kata). Namun ia men-ta’wil sifat khabariyyah seperti Al-Wajh (Wajah), Al-Yadain (Dua Tangan), Al-Qadam (Kaki), As-Saaq (Betis), dan yang semisalnya.
Fase Ketiga, menetapkan seluruh sifat Allah tanpa takyif, tasybiih, dan membiarkannya menurut metode/manhaj salaf. Dan itulah jalan yang ditempuhnya dalam Al-Ibaanah yang merupakan tulisannya terakhir kali” (Ittihaafus-Saadah Al-Muttaqiin)
Pengakuan Ibn Taimiyyah
"Setelah Abul Hasan Al-Asy’ari melepas faham Mu’tazilah dan Kullabiyah, mulailah beliau menemui para imam ahlul hadits yang selamat aqidahnya guna mengambil dan mengikuti metode yang ditempuh oleh mereka. Yang paling mashyur adalah pertemuannya dengan ahli hadits negri Bahsrah Al Hafidz Zakaria As-Saaji. Para ulama begitu memperhatikan pertemuan ini karena merupakan point penting seputar keterusterangan Abul Hasan Al-Asy’ari untuk kembali ke manharj salaf dan dan penisbatannya kepada Ahmad bin Hanbal". Ibnu Taimiyah berkata lagi: “Abu Hasan Al-Asy’ari mengambil dasar–dasar ilmu hadits dari Zakaria as-Saaji di Bashrah lalu setelah datang ke Baghdad menimba ilmu lainya dari pada ulama Hanbaliyah. Ini adalah fase terakhir dikehidupannya seperti disebutkan oleh para sahabatnya (muridnya) di kitab mereka” (Majmu Fatwa)
Pengakuan Ad Dzahabi
"Dia mempunyai tiga keadaan (fasa) : Fasa awal sebagai seorang Mu’tazilah, fasa seorang Ahlus-Sunah dalam sebagian perkara namun tidak di perkara lainnya, dan fasa secara umum ia berada di atas prinsip Ahlus-Sunnah. Itulah yang kami ketahui dari keadaannya” (Al-‘Arsy)
Pengakuan Muhibbudin Al Khatib
“Abul Hasan Al-Asy’ari Ali bin Ismail termasuk pembesar imam ahlu kalam dalam Islam. Pada awal kehidupannya dia menganut faham Mu’tazilah, dengan berguru kepada Abu Ali Al Jubba’i kemudian Allah menyadarkannya ketika beliau menginjak usia paruh baya dan awal kematangannya. Beliau mengumumkan kesadaran? Keinsyafannya dan membeberkan kesesatan faham Mu’tazilah. Pada fase ini beliau banyak menulis, berdebat dan mengajar dengan membantah faham Mu’tazilah berlandaskan metode jidal (debat) ta’wil (tahrif) dan metode salaf. Akhirnya beliau benar–benar kembali ke manhaj salaf dengan mengistbatkan semua perkara–perkara ghoib (termasuk sifat–sifat Allah) yang wajib diimani oleh para hamba-Nya dengan berdasarkan pada Nash (al Qur’an dan Hadits) buktinya beliau menulis kitabnya yang paling akhir yang sudah banyak dibaca orang yaitu Al Ibanah. Para penulis biografi beliau memastikan bahwa al Ibanah adalah kitab terakhir yang ditulis oleh Abul Hasan. Inilah yang dikehendaki oleh Allah. Adapun yang menyelisihi hal di atas dan dinisbatkan kepada beliau atau apa yang diada-adakan oleh Asy’iroh, sesungguhnya Abul Hasan Al-Asy’ari telah menyadari bahwa itu salah dan beliau telah meninggalkannya serta kembali ke manhaj salaf ahlussunah wal jama’ah seperti yang ditulis dalam kitab al Ibanah dan kitab lainnya”. (Lihat Muntaqo Minhajul I’tidal karya Ad Dzahabi)
Pengakuan Ibnu Dabbas
Ibnu Darbas (wafat 659 H) mengarang kitab khusus untuk menyatakan bahawa Al Ibanah milik Imam yang bertajuk Risalatul Dzahabbi An Abil Hasan Al-Asy’ari:“Adapun sesudah itu, ketahuilah wahai saudara–saudara, semoga Allah memberikan taufik dan hidayah kepada kita menapaki dien yang lurus dan untuk meniti jalan lurus, sesungguhnya kitab Al Ibanah An Ushulid Diyanah buah karya imam Abu Hasan Ali bin Ismail Al-Asy’ari adalah kitab dimana akidah beliau tertancap mantap padanya. Dan dengannya beliau beribadah kepada Allah setelah melepas paham I’tizal (Mu’tazilah) karena karunia Allah dan kelembutan-Nya, adapun perkataan yang muncul sekarang dan dinisbatkan kepada beliau namun menyelisihi akidahnya, beliau telah meninggalkannya dan beliau minta pembebasan kepada Allah dari perkataan tersebut"Beberapa ulama lain yang mengakui 3 fasa .
___________________________
~
Abu Amru Radzi Othman
~
Lajnah Makalah Agama
Telegram: https://t.me/gerakanpenamy
Instagram: https://www.instagram.com/gerakanpenamy
___________________________
Comments
Post a Comment