Biar Tak Pakai Tudung Asalkan Hati Baik?

 OLEH: Mukhtaruddin Sahid

Kita selalu selalu terdengar dialog, "buat apa pakai tudung labuh, kalau mulut laser dan mulut longkang" manakala dalam dialog yang lain selalu disebut, "Tuhan tengok dalam hati, lebih baik tak pakai tudung tapi hati bersih (maksudnya lisannya terjaga - tidak menyakiti orang lain)".  

Percayakah anda jika saya katakan, kondisi orang yang bertudung labuh tetapi bermulut lancang itu lebih baik dari kondisi orang yang mengucapkan ayat "Tuhan tengok dalam hati, lebih baik tak pakai tudung tapi hati bersih"? Mengapa ya? 

Ini kerana orang yang dikatakan bertudung labuh tetapi bermulut lancang tadi hanyalah pelaku kesalahan dari satu sisi (yakni lisannya yang tidak terjaga). Adapun si pengucap "Tuhan tengok dalam hati, lebih baik tak pakai tudung tapi hati bersih" ini adalah dia menghimpunkan pelbagai kesalahan dalam satu ucapan. Kenapa? 

Ya, kerana tidak ada iqrar dari si bertudung labuh tadi tentang maksiat lisannya, maka maksiat hanya tinggal statusnya sebagai maksiat. Adapun si pengucap "Tuhan tengok dalam hati, lebih baik tak pakai tudung tapi hati bersih" dia mengiqrarkan perkara² yang bersalahan dengan dalil yang ada yakni : 


1) Dia mengandaikan Allah redha kepada hambaNya yang walaupun tidak melaksanakan perintahNya. Ini adalah sikap rasa aman dari murka Allah. Ini juga adalah bentuk penyakit hati. 


Dalam hadits yang disebutkan oleh ‘Abdur Razaq dalam Mushannafnya, 

عن بن مسعود قال أكبر الكبائر الإشراك بالله والأمن من مكر الله والقنوط من رحمة الله واليأس من روح الله 

“Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata bahwa di antara dosa besar yang terbesar adalah berbuat syirik pada Allah, merasa AMAN dari murka Allah dan merasa putus asa dan putus harapan dari ampunan Allah.” (HR. AbdurRazaq, 10: 460, dikeluarkan pula oleh Ath Thabrani. Lihat Kitab Tauhid dengan tahqiq Syaikh Abdul Qadir Al Arnauth, hal. 128). 


Al Hasan Al Bashri mengatakan, 

المؤمن يعمل بالطاعات وهو مُشْفِق وَجِل خائف، والفاجر يعمل بالمعاصي وهو آمن 

“Seorang mukmin beramal taat dan ia dalam keadaan takut (akan siksa Allah). Sedangkan ahli maksiat melakukan maksiat dan selalu MERASA AMAN (dari murka Allah).” (Dinukil dari tafsir Ibnu Katsir pada tafsir surat Al A’raf ayat 99.)


2) Dengan andaian sedemikian juga, dia boleh jatuh kepada aqidah irja' (yakni mengandaikan redha Allah boleh diperoleh tanpa diiringi dengan amalan ketaatan). Aqidah irja' ini adalah bid'ah disudut aqidah. 


Lihat bagaimana Allah menggandingkan antara iman (i'tiqad) dan amal perbuatan dalam ayat berikut : 

إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ 

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, MENGERJAKAN amal saleh, mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Allah. Tidak ada kekhuatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. [al-Baqarah/2 - 277]. 


Imam Sufyan ats-Tsauri rahimahullah berkata, 

“Murji`ah menyelisihi kita dalam tiga hal. (1) Kita mengatakan ‘iman adalah PERKATAAN dan PERBUATAN,’ sedangkan mereka mengatakan, ‘iman adalah perkataan TANPA AMAL’. (2) Kita mengatakan, ‘iman bertambah dan berkurang,’ sedangkan mereka mengatakan, ‘iman tidak bertambah dan tidak berkurang’. (3) Kita mengatakan ‘kami beriman dengan menetapkan (iqrar),’ sedangkan mereka mengatakan, ‘kami beriman di sisi Allah’.”[1]


3) Dan yang paling ditakuti dia mengingkari (juhud) perintah menutup aurat melalui ucapan 'lebih baik tak pakai tudung'. Ingkar ini pun ada perinciannya : jika ia sekadar ingkar tanpa ada istihlal (menghalalkan perbuatannya) maka ia hanya maksiat dan berdosa namun jika dia MEYAKINI kebolehan untuk tidak mengikuti syariat bermakna dia telah kufur kepada Allah dan RasulNya. 


Dalam Kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah oleh Ustaz Yazid Abdul Qadir Al-Jawas disebutkan : 

"Sebab-sebab yang dapat membawa kepada kekafiran besar ada 3 (tiga) macam: perkataan, perbuatan dan i’tiqad (keyakinan). Di antara kufur ‘amali (perbuatan) dan qauli (ucapan) ada yang dapat mengeluarkan pelakunya dari agama dengan sendirinya dan tidak mensyaratkan penghalalan hati. Iaitu sesuatu perbuatan/perkataan yang jelas bertentangan dengan iman dari segala seginya," 


Itupun beliau melanjutkan, 

"Dijatuhkannya hukum kufur ini kepada orang-orang tertentu hanya boleh dilakukan setelah memenuhi syarat-syarat (kufur) yang bisa diterima, sebagaimana perbuatan-perbuatan lain yang menyebabkan kafir pelakunya." 


Dengan demikian kita dapat lihat, pelaku ucapan tadi telah mengumpulkan empat kesalahan sekaligus yakni : 


1) Pelaku maksiat AMALI kerana tidak menutup aurat 

2) Pelaku maksiat LISAN melalui ucapannya yang jelas menyalahi syarak 

3) Pelaku maksiat BATIN (rohani) kerana merasa aman dari murka Allah 

4) Pelaku maksiat I'TIQADI (irja') yakni meyakini seseorang boleh memperoleh redha Allah tanpa ketaatan anggota badan. 

Pengajarannya ialah, maksiat itu sesuatu yang perlu dijauhi. Kita tidak menganggap ringan sesuatu maksiat namun jika seseorang yang telah melakukan maksiat atau terjebak kedalam maksiat, lebih baik dia akur, mengakui kekurangan dan kelemahannya akan dosa yang telah dia lalukan. Lebih baik lagi jika disusuli dengan istighfar, taubat dan tekad untuk tidak mengulangi lagi kesalahan tersebut. 

Namun jika dia mencari² justifikasi dan alasan atas maksiat dan pelanggarannya, nescaya dia akan terjebak kedalam pelbagai lagi kesalahan yang dia tidak sedari. Moga Allah menjauhkan kita dari dosa DAN sikap cuba MEMPERTAHANKAN dosa yang telah kita lakukan. 

[1] Al-Iman, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, takhrij Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani.

[Gerakan PENA Malaysia]


Comments